Minggu, 03 Agustus 2008

Hembusan Menosur


Kelak saat tiba waktunya seorang anak mesti mencukupi sendiri semua kebutuhannya. Kemandirian anak menjadi tujuan semua pengasuhan orang tua dimanapun. Kapan itu terjadi? Di dunia luar yang selalu mengklaim sebagai masyarakat modern peran anak-anak banyak ditentukan orang dewasa disekelilingnya. Dicukupi semua kebutuhannya mereka sampai dirasa cukup untuk bisa hidup mandiri. Ini memakan waktu panjang dan mahal karena anak di dunia modern membutuhkan biaya-biaya tertentu untuk bisa dikatakan siap bertarung di dunia nyata. Bahkan tak bisa dipungkiri pola asuh dunia modern melahirkan ketidaksiapan proses-proses kemandirian. Aku saksikan ribuan pengangguran-pengangguran yang terus menjadi parasit orang tua mereka. Apa pasal? Aku tak mau sok tahu kenapa semua itu terjadi. Ah itu memang beban yang memprihatinkan bahkan itupula yang menjadi penyebab semua kekacauan terjadi di dunia modern oleh ulah parasit-parasit tersebut.

Tapi tidak terjadi di sini, ditempat yang kerap disebut masyarakat tak maju, tak beradab, dan dicap terbelakang. Aku menapikan semua itu oleh satu sebab yang diperlihatkan seorang anak di masyarakat adat orang rimba di bukit duabelas. Anak dituntut secepat munkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan asuhan alam dan kerasnya hidup. Sejak kecil Menosur salah satu anak itu mampu membuat api, mencari kayu bakar, berburu binatang kecil, dan bermasak untuk dirinya dan orang disekitarnya. Lalu tak perlu menunggu lama ia akan menyiapkan sumber kehidupannya dengan berladang dan mengasah diri dalam keahlian sebagai pemburu dan peramu. Disela-sela itu ia sekolah di sokola rimba untuk menambah pengetahuan tentang hidup. Jangan patah arang Menosur, meski dirasa terlampau dini menerima kemandirian itu, namun itu jalan terbaik dan bertanggung jawab. Agar hidupmu merdeka dan tak menjadi parasit. “Wusss, wussss, wusss” Begitulah bunyi hembusan angin yang ia tiup untuk satu kelangsungan hidup. Dan api pun menyala memanaskan sumber makanan yang ia dapatkan dari perburuan.

Tarian Langit


Entah siapa yang memulai. Saya hanya sempat menyaksikan saja satu orang anak mengenakan kain panjang. Lalu menarilah mereka sembari mendengungkan nyanyian puja-puji kepada langit malam. Untuk apakah tarian mereka? Aku tak mungkin tahu apa maksud gerakan tarian itu. Menari adalah ritual religi yang tak akan pernah bisa dipertontonkan kepada siapapun. Tidak juga aku. Anak-anak ini hanya spontan menirukan tarian religius itu seperti yang sering mereka lihat di ritual bebalay atau saat mereka menyembah tuhannya. Menarilah dengan lepas, lepas dari segala suntuk karena hari semakin ringkih buat hutan mereka. Hutan yang semakin memanggang, air sungai surut, atap langit terkoyak deru pembukaan lahan.

Dan malam menutup harinya ditingkahi segala bebunyian penghuninya. Sayup-sayup siamang menjadi musik penutup tarian langit itu.