Selasa, 19 Februari 2008

Lahir, Tumbuh, Bebas


Tak ada impian menyenangkan selain menjadi diri sendiri. Dan tak ada yang lebih menyengsarakan selain dikuasai orang. Sampai langkah ini kembali saya ayunkan ke tengah-tengah ‘sahabat’ kecil saya yang masih saja mencintai hutannya.

Menosur, Becayo,penangguk, Sertu, Berapit, Penguwar dan anak-anak Orang Rimba lainnya di Makekal Hulu, kawasan hutan Bukit 12 Jambi. Mereka masih saja memegang katapel (peci) dan membidik setiap yang bergerak di atas atau yang hinggap di pepohonan. Tupai dan burung adalah target peluru katapel mereka.

“Prak!” bunyi peluru menerpa dedaunan menjadi suara harapan karena mereka akan menjadikan sasarannya sebagai lauk makan mereka. Anak-anak Orang Rimba memang harus gesit, tangkas, rajin, dan kuat karena hutan tak memberi ruang bagi kemalasan.

Semua yang jadi sumber makanan dan tradisi-tradisi leluhurnya ada di setiap relung hutan. Hutan Makekal sejak tahun 2000 menjadi kawasan Taman Nasional Bukit 12 dan anak-anak ini kini dipaksa ‘tunduk’ oleh aturan yang akan mengganggu kebebasannya memilih binatang yang disukainya sebagai target katapelnya.

“Kamia akan melawan, meski kaloh kami akan teruy melawan, kami akan peci kepalonye kalu orang usir kami dari rimba nio.”

Dalam ingatan bersama anak-anak Makekal, hutan bukan hanya sumber kehidupan orang tuanya namun lebih dari itu hutan adalah tempat mereka bermain. Setelah puas memecion, anak-anak tersebut lalu belajar kembali di ruma sokola yg tegak berdiri di tengah-tengah persoalan keseharian mereka.

Tidak ada komentar: