Jumat, 29 Februari 2008

Membagi Buruan, Membagi Kebahagiaan



Pagi sampai tengah hari hujan turun lebat sekali, angin menderu-deru membuat pepohonan menari-nari ke kanan dan kiri. Ini alamat buruk karena jalanan akan sulit ditembus kendaraan apapun. Mau nekad bisa saja asal tahu resikonya : motor trail kami – sibelalang tempur- akan nyangkut dan gak bisa keluar atau ke dalam hutan lagi. Kami kehabisan bahan makanan, tersisa hanya bawang dan tiga canting beras saja. Aku menunggu keajaiban jadinya, berharap segera usai hujan yang tak diinginkan ini dan segera mentari mengeringkan jalanan yang menghubungkan lokasi sokola rimba dengan pasar di luar sana. Menurut mitos setengah gila konon kita harus gantung celana dalam terbalik menengadah ke langit, “Ah tapi siapa yang mau memamerkan perlengkapan pribadinya seperti itu?” Tak ada sukarelawan yang mau ketika saya tawarkan untuk mengekspos celana dalamnya. “mendingan laper deh, tunggu besok aja” tutur rekanku sambil mencari-cari fosil-fosil biskuit yang mungkin tersisa di kotak kayu penyimpanan makanan.

“ Dapet Bro?”
“ Nihil coy, mau nih bawang setengah busuk?” sambil nyengir kelaperan

Aku menunggu saja sambil mencoba tidur-tiduran dan menghayal makanan siap saji dari layanan delivery service, tapi ini utopia yang tak mungkin terjadi. Hujan mereda selepas jam 1 siang, perut semua tim dan murid sokola rimba baru terisi air kopi atau teh saja di menu sarapan tadi pagi, “eh tuhan kamia tekarot” Gerutu Beconteng (9 thn) sambil memegang perutnya yang buncit minta di isi.

Every minute is miracle. Sehabis hujan yang menyisakan tetes-tetesnya dari dedaunan saja , sekelebat lamat-lamat terdengar suara teriakan, “Woiii bepak bulih rusa!” Aku terperanjat, sekejap kemudian, semua orang berlarian turun dari ruma sokola kami yang berbentuk panggung mengejar arah suara. Benar saja, seorang lelaki dewasa yang aku sudah mengenalnya menggendong rusa jantan hasil jeratnya yang ia pasang 4 hari yang lalu. Orang-orang saling memantau dan memanggil kerabatnya yang tinggal di sekitar lokasi kegiatan belajar kami. Tak menunggu lama, semua orang datang dan mengambil perannya masing-masing. Buruan menjadi hak perempuan untuk membaginya, demikian rusa tersebut, kini berada ditangan istri orang yang mendapatkannya. Orang sempu demikian istilah pihak yang menjadi pembagi lauk besar tersebut, ia berhak membagikan hasil buruan tersebut dengan takaran sama banyak ke setiap keluarga di sekitar hutan makekal tempat kami berkegiatan.

Sementara itu orang bulih – yang mendapatkan buruannya – akan mendapat porsi lebih atas jasanya mendapatkan rusa tersebut dengan mendapatkan panoy rusa tersebut. Panoy adalah bagian tertentu tubuh hewan buruan yang mesti dimakan orang bulih sebagai syarat agar perburuan yang dilakukan orang bulih berikutnya lancar dan tak mendapat sial.

“Hmm terbayang daging segar bumbu bawang yang nikmat,” Itulah kata hatiku saat jatah daging kami diberikan orang sempu dalam sebungkus daun. Beconteng – murid sokola rimba – matanya berbinar, aku pun demikian. Demikianlah kearifan adat di rimba Bukit Duabelas dalam membagi buruan yang sekaligus membawa kebahagiaan pada semua orang.

Hujan kembali turun namun asap kini membumbung di dapur kami yang beratap daun membawa aroma daging dipanggang. Terima kasih hujan atas nikmat yang sedang kami santap ini.

Tidak ada komentar: