Kamis, 06 Maret 2008

kain dan simbolisasi adat


Sehelai kain tergeletak diatas papan, di setapak makekal, basah tanpa sempat diambil pemiliknya. Kain itu tepat berada di sebuah tempat yang kerap disebut pencibuk’on (jamban) tanpa dinding yang dilaui jalan setapak. Ini bukan kain sembarang kain? Di rimba ini dalam adat rimba makekal, kain adalah penanda agar saya hati-hati saat menapaki jalan setapak. Jangan selonong boy bro, di hutan ini ada tata kramanya, bahkan untuk mengatur para pejalan kaki yang melintas di dalamnya.

Mobilitas antar rombong, atau antar manusia di mungkinkan oleh sarana jalan setapak yang dibuat mereka. Setapak itu kadang melintasi ladang, kebun karet, rumah kerabatnya bahkan melewati langsung ‘jamban’ atau pencibuk’on tiap rumah tangga yang tentunya kita harus waspada bila menemuinya.

Yang aman dan sesuai adat adalah besasalung atau berteriak dulu, bilang apakah ada orang di sana tepatnya perempuan, kalau tidak ada maka lajulah kita melewati pencibok’on itu. Bila ada perempuan misalnya kita harus menunggu sampai mereka berteriak tanda sudah,
“Nompuhlah kamia lah sodaahhh”

Nempuhlah kami melewati pencibuk'on sebuah tubo. Tubo itu artinya rumah tangga bro. Oh ya bro, jalan setapak itu melewati sungai selebar dua meter, ada jembatan papan yang sekaligus dijadikan dermaga pencibuk'on, di tengah papan itulah kain itu tergeletak.

Apa yang terpikir akan kamu lakukan dengan itu kain bro? Ah jangan jail bro?

Kain adalah simbolisasi adat paling luhur : alat bayar denda dan penjagaan bagi perempuan. Perempuan memang nian dilindungi dengan strength oleh adati, ia mendapat perlakuan khusus untuk terhindar dari pengaruh jahat dunia luar. Hanya memegang kain tergeletak saja sudah labuh hukum cela tangan bro, dianggap pemilik kain itu telah dipegang kita yang bukan suami atau muhrimnya. Dendanya sejumlah kain bro. apalagi kalau kamu jail, itu kain dijadiin lap tangan misalnya atau di pindahkan dengan maksud dijemur, itu juga salah bro. Ulah heureuy di leuweung mah bro maksudnya jangan main-main kalo di hutan mah.

Cerita itu sungguh-sungguh, tak mengada-ngada, kebetulan waktu itu, saya harus lihat lokasi sekolah baru di Lubuk Bekerang. Sambil mendrop logistik makanan ke sekolah tersebut, sejam dari sekolah di sako napo, tepatnya di muara anjing merajuk, saya menemukan kain tersebut.

Tidak ada komentar: